B. Indonesia

Pertanyaan

Puisi syair malangsumirang puisi ini disusun dari sumber apa?

1 Jawaban

  • bangkan sebuah puisi Jawa abad ke-19. Puisi itu bercerita tentang sebuah adegan yang dramatis, aneh, dan memukau: seorang yang dihukum bakar di sebuah alun-alun Jawa di abad ke-15, tapi di tengah nyala api, ia menulis, mungkin sebuah puisi," kata Goenawan.

    Goenawan bercerita, Malang Sumirang dianggap melanggar hukum dan ajaran agama. Raja dan para ulama besar memutuskan untuk menghapusnya dari kehidupan. Ia dihukum dengan dibakar hidup-hidup seperti banyak orang yang dianggap bid'ah dalam Inquisisi Gereja Spanyol di abad ke-15.


    Tapi berbeda dari cerita-cerita itu, Malang Sumirang dengan tenang berjalan sendiri memasuki api yang dikobarkan di atas unggun kayu di tengah alun-alun kerajaan. Di tengah panas yang tak terkira, Malang Sumirang seakan-akan tak tersentuh, meminta sebatang pena, sebotol tinta, dan beberapa lembar kertas. Ia menyuruh anjingnya yang setia untuk membawakan itu semua.

    Sultan, para petinggi, para ulama besar, dan ratusan orang yang ingin menyaksikan kekejaman hari itu, merasa takjub. Malang Sumirang tidak hangus. Ia tidak tewas. Bahkan kemudian api padam, dan ia melangkah turun, lalu meninggalkan alun-alun dan semua yang hadir. Sebelum pergi, ia memberikan sajak yang digubahnya kepada baginda. Dan ia pun berjalan menuju ke sebuah hutan yang tak tertembus. Segera sesudah itu, Raja memerintahkan agar apa yang ditulis Malang Sumirang dibaca di hadapannya. Tapi tak disangka-sangka, orang yang dititahkan untuk membacanya tak bisa menyelesaikan tugas.

    Lalu, apa makna dari kisah tersebut?

    "Kisah Malang Sumirang bisa ditafsirkan bercerita tentang kekejaman sebuah kekuasaan -- baik kekuasaan politik maupun agama. Tapi dengan segera tampak juga bahwa kekuasaan itu akhirnya terbatas: raja dan para ulamanya bahkan tak bisa menghentikan langkah seekor anjing yang lazimnya dianggap najis tetapi setia," tutur Goenawan.

    "Lebih jauh lagi, dalam kisah ini, kekuasaan terhenti ketika menghadapi hasrat dan energi yang melahirkan tulisan. Dalam arti ini, menulis telah membuat seorang yang terhukum mebalikkan posisinya, dari seorang yang terkutuk menjadi seorang yang tak terjangkau. Malang Sumirang menulis -- dan dengan itu ia mengubah mereka yang
    berkuasa menjadi yang tak berdaya," sambungnya.

    Goenawan berharap, lewat kearifan tersebut, kita lebih baik dalam menyambut kelahiran buku. Menulis buku bukan hanya untuk memamerkan kecerdasan pengarang, juga tidak hanya menjadikannya sebagai komoditi besar di sebuah pasar yang ramai.

    "Yang saya harapkan ialah bahwa kita semua bersedia mengingat kembali apa yang dilakukan Malang Sumirang: kita menulis untuk menegaskan keseteraan manusia. Kita menulis untuk menghidupkan percakapannya. Dan dengan demikian kita menulis juga untuk menumbuhkan kemerdekaannya,"

Pertanyaan Lainnya